Simbol keanggunan dan semangat alam dalam seni tari
Tarian Enggang berasal dari tanah Borneo, Kalimantan, khususnya dari kekayaan budaya suku Dayak. Tarian ini bukan sekadar pertunjukan seni biasa, melainkan sebuah ritual sakral yang memiliki makna mendalam, merefleksikan hubungan erat antara manusia dengan alam, serta spiritualitas yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Dayak. Enggang, yang dalam bahasa Dayak sering disebut Burung Enggang atau Burung Tawai, adalah burung ikonik yang memiliki posisi istimewa dalam kepercayaan dan kehidupan masyarakat Dayak.
Burung Enggang, terutama jenis Enggang Gading (Rhinoplax vigil) dengan jambulnya yang khas dan paruhnya yang unik, dianggap sebagai simbol kebijaksanaan, keagungan, dan keperkasaan. Keberadaan burung ini sering kali menjadi pertanda baik atau pembawa pesan dari alam gaib. Dalam berbagai upacara adat, Enggang menjadi pusat perhatian, dan gerakannya yang anggun serta suara khasnya menjadi inspirasi utama bagi para seniman tari.
Tarian Enggang diciptakan untuk meniru gerakan-gerakan burung Enggang, mulai dari cara terbangnya yang megah, kepakan sayapnya yang lebar, hingga tingkah lakunya saat mencari makan atau berkomunikasi. Setiap gerakan dalam tarian ini memiliki makna simbolis:
Lebih dari sekadar tiruan, tarian ini juga merupakan bentuk persembahan kepada roh-roh leluhur dan alam semesta, memohon restu untuk kesuburan tanah, kelimpahan hasil panen, serta keselamatan bagi seluruh warga. Tarian ini sering ditampilkan dalam upacara adat penting seperti Gawai Dayak (pesta panen), upacara penyambutan tamu kehormatan, atau ritual syukuran.
Para penari tarian Enggang biasanya mengenakan pakaian adat khas Dayak yang kaya akan motif dan warna, seringkali dihiasi dengan bulu-bulu burung Enggang asli (meskipun kini banyak yang menggunakan replika untuk menjaga kelestarian burung tersebut). Hiasan kepala yang menyerupai jambul Enggang juga menjadi ciri khas yang sangat menonjol, memberikan kesan dramatis dan autentik. Beberapa penari juga membawa properti seperti perisai atau tombak yang menambah kesan gagah.
Musik pengiring tarian Enggang umumnya menggunakan alat musik tradisional Dayak seperti sape (kecapi), gendang, dan gong. Irama musik yang dimainkan bisa bervariasi, dari yang syahdu dan tenang hingga yang dinamis dan bersemangat, sesuai dengan fase dan suasana tarian yang dibawakan. Suara-suara alam, seperti kicauan burung atau gemericik air, terkadang juga disajikan untuk memperkuat nuansa kesakralan.
Di era modern ini, pelestarian tarian Enggang menjadi sangat penting. Generasi muda Dayak terus diajak untuk mempelajari dan melestarikan warisan budaya ini agar tidak punah ditelan zaman. Upaya pelestarian tidak hanya dilakukan melalui latihan dan pementasan, tetapi juga melalui dokumentasi, penelitian, dan pengenalan tarian ini kepada khalayak luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Keberadaan tarian Enggang adalah bukti nyata betapa kaya dan beragamnya khazanah budaya Indonesia, yang patut kita jaga dan banggakan bersama.